Loading...

Menyoal Kinerja BTNGC

Kuningan merupakan kabupaten yg kaya akan sumber daya alam dengan adanya keberadaan Gunung Ciremai, baik dari sumber air yg melimpah, hayati dan ekosistem yg terdapat di kawasan gunung Ciremai tersebut.

Beberapa minggu yg lalu, ada insiden tanah longsor yg terjadi di area sumber air gunung Ciremai atau tepatnya di jalur air Cilengkrang, disinyalir terjadi akibat salah satu pembagunan tempat wisata di kawasan tersebut.

Walaupun insiden tersebut sudah banyak yg menanggapi, baik itu akan dilakukan investigasi penyebabnya, atau pihak wisata yg siap melakukan penanaman pohon pada area longsor dan penataan lingkungan atau limbah yg di sinyalir terjadi, beda dengan ketua PSI Kabupaten Kuningan Asep Susan Sonjaya Suparman atau yg akrab disapa Asep Papay, salah satu orang yg aktip dalam bidang sosial kemanusiaan serta lingkungan, Asep lebih menyoroti ketidaksepakatan kedudukan statement yang dilontarkan oleh pihak BTNGC, elok nya BTNGC lebih bisa komunikatif memberikan informasi terhadap publik secara baik, bukan langsung tendensi membela tempat wisata yg di tuduhkan oleh masyarakat dan malah memberikan "syok" statement dengan narasi masyarakat harus cerdas, padahal jelas analisa sederhana nya bahwa selama ini walaupun terjadi intensitas hujan deras tetapi tidak pernah terjadi longsor atau banjir, setelah keberadaan pembangunan tempat wisata tersebut kini terjadi longsor, analisa ini harusnya BTNGC lebih bijak bahwa akan dilakukan penelusuran penyebab, atau investigasi lingkungan, atau bahkan akan di tinjau ulang segala bentuk aktivitas pada kawasan tersebut, sehingga kepentingan apapun yg terdepan adalah kepentingan masyarakat.


Lebih jauh soal insiden longsor, Asep Papay juga menyoal tentang kinerja BTNGC tentang penetapan Zona Tradisional oleh TNGC, terutama pada tujuan diberlakukan zona tradisional tersebut apakah memang hari ini bisa di ukur hasil evaluasi nya, karena terdapat menyadapan ilegal getah pinus pada kawasan TNGC hari ini sedangkan kelompok masyarakat yg melakukan penyadapan ini berlindung pada dasar hukum zona tradisional, tapi pihak TNGC seperti tutup mata. 


Dijelaskan oleh Asep Papay bahwa, Penunjukkan kawasan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) oleh Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.424/Menhut-II/2004 seluas 15.500 ha atas usulan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka berdasarkan analisa keberadaan sumberdaya alam hayati dan ekosistem Gunung Ciremai bagi keberlangsungan hidup manusia yang ada di sekitarnya, terutama ketersediaan air bersih. kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri  Kehutanan 3684/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai seluas ± 14.841,3 (empat belas ribu delapan ratus empat puluh satu koma tiga) hektar yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat. 

Lalu terdapat usulan dari masyarakat desa penyangga untuk dilakukan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah pinus dengan dasar Peraturan Direktur Jenderal KSDAE Nomor P.6/KSDAE/SET/KUM/6/2018. Selanjutnya BTNGC kemudian melakukan review zonasi dan menetapkan adanya zoba tradisional seluas 1.818 ha yang sebelumnya adalah zona rimba dan rehabilitasi melalui Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor. SK.193/KSDAE/RKK/KSA.0/10/2022.


Dari analisa zona tradisional tersebut, bisa juga mungkin kami mensinyalir bahwa kawasan-kawasan lain itu hanya digunakan untuk kepentingan kelompok berkepentingan saja, atas nama wisata, atas nama masyarakat tetapi tidak diimbangi secara ketat dampak lingkungan, evaluasi secara berkala terhadap aktivitas nya dikawasan, jangan jangan kinerjanya ya setalah ada kejadian baru berstamen alasan alam, cuaca, hujan dan lain-lain, mirip dengan komentar longsor Cilengkrang kemarin itu. Tandas Asep Papay.


Dari fenomena yang terjadi ini, kami dari PSI selaku struktural politik dari Menteri Kehutanan akan membawa poin poin hasil evaluasi kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni selaku Sekretaris Jendral PSI.

usulan permohonan penyadapan pinus diajukan pada tahun 2021 oleh 24 kelompok masyarakat lingkup Kab Kuningan dan Majalengka, namun karena zona tradisionalnya belum ada maka perlu review zonasi dan pada tahun 2022 sudah ditetapkan zona baru, yaitu zona tradisional seluas 1.800 ha. masyarakat yang mengusulkan penyadapan ini akhirnya melakukan aktivitasnya walaupun belum ada ijinnya sejak Juli 2023 dengan kerugian negara hingga milyaran.


Posting Komentar untuk "Menyoal Kinerja BTNGC"