Loading...

Sejarah Perayaan Tahun Baru dan Hukumnya Menurut Pandangan Islam


KUNINGAN (OKE)-Tahun baru adalah suatu perayaan dimana suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. 

Budaya yang mempunyai k alender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru. Tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama seperti mayoritas negara-negara di dunia. 

Perayaan tahun baru awalnya muncul di Timur Tengah, 2000 SM. Penduduk Mesopotamia merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas katulistiwa, atau tepatnya pada tanggal 20 Maret. Hingga  kini, Iran masih merayakan tahun baru pada tanggal 20, 21, atau 22 Maret, yang disebut Nowruz.

Untuk penanggalan Masehi, Tahun Baru pertamakali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM, yang diinisiasi oleh Julius Caesar setelah dinobatkan sebagai kaisar Roma. Tidak lama setelah penobatannya, Julius memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. 

Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. 

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoretis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. 

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Perayaan tahun baru sudah menjadi tradisi dan kelaziman setiap tahun bagi masyarakat Indonesia. Permasalahanya, bagaimana sebenarnya hukum perayaan tahun baru tersebut menurut padangan Islam. Kejelasan tentang hal ini tentu penting, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.

Menurut sebagian pendapat ulama, perayaan malam tahun baru pada hakikatnya merupakan ritual peribadatan umat Nasrani ataupun agama lainnya. Bahkan perayaan tahun baru juga dianggap menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal. 

Berkaitan dengan hukum merayakan tahun baru masehi dalam Islam terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat tertentu, sementara beberapa ulama lainnya mengharamkan. 

Menurut Ahmad Sarwat alas an ulama yang mengharamkan perayaan tahun baru adalah karena menyerupai orang non muslim. Bahwa perayaan tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang nasrani ataupun agama lainnya.

Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke Eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan natal. 

Perayaan tahun baru Masehi itu adalah perayaan hari terbesar agama non muslim, maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.

Meski ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun baru tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya tahun baru itu sudah menyerupai ibadah non muslim.

Sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka”. Apalagi jika kegiatan merayakan malam tahun baru tersebut disertai dengan minum khamar, zina, dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya jelas haram. 

Bagi Umat Islam sebaiknya tidak perlu ikut-ikutan dalam gegap gempita penyambutan tahun baru Masehi. Karena pada hakekatnya tahun baru Masehi berbeda dengan tahun baru Islam yang biasa dikenal dengan tahun hijriyah. 

Tahun baru hijriyah ditandai dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Mekkah ke Madinah yang merupakan titik tolak kebangkitan peradaban Islam. Peristiwa ini terjadi pada 1 Muharram, tahun baru bagi kalender Hijriyah.

Sedangkan tahun baru Masehi tak lepas dari sejarah penanggalan atau Tarikh Masehi. Ini merupakan penanggalan yang digunakan secara internasional oleh kalangan gereja yang dinamakan Anno Domini (AD) dihitung sejak kelahiran Isa (Yesus).

Penanggalan Masehi adalah sebutan untuk penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada kalender Julian dan Gregorian. Tahun baru masehi identik dengan menyalakan kembang api, sejalan dengan pengagungan api yang menjadi tradisi Kaum Majusi (penyembah api). 

Begitu pula dengan tradisi meniup terompet yang disebut menjadi tradisi Yahudi dan membunyikan lonceng sebagai tradisi Nasrani. Kemeriahan malam pergantian tahun baru pasti menjadi momen yang ditunggu-tunggu banyak kalangan. 

Entah sekadar berkumpul bersama dengan keluarga, teman, sahabat, atau bergabung dengan event-event dan Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat yang lain dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: "Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW, Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi? Beliau menjawab, Selain mereka lantas siapa lagi?" (HR. Bukhari)

Selain hadist tentang larangan merayakan tahun baru. Allah juga melarang kita menghadiri atau mengikuti perayaan hari raya orang musyrik. Allah berfirman: "Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (QS al-Furqan : 72

Berdasarkan ayat di atas dan juga beberapa Nabi SAW jelas Islam melarang jika penyambutan malam tahun baru dilakukan di luar batas sewajarnya. Seperti dengan menggelontorkan dana besar-besarnya untuk membakar kembang api dan membeli terompet dalam jumlah yang banyak.

Karena hal tersebutr termasuk kategori idhatil mal atau membuang-buang harta. Padahal Allah Swt. juga telah berfirman:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isra’/17: 27)

Dengan demikian, maka perayaan menyambut tahun baru dengan terompet dan kembang api yang dilakukan dengan berlebihan adalah berhukum makruh atau tidak disukai Allah Swt. dan lebih baik ditinggalkan. Namun jika kemakruhan itu dilakukan setiap tahun, maka hal ini dapat berhukum haram. Oleh karena itu, boleh mengikuti happening perayaan menyambut tahun baru, namun harus tetap bijak dan sewajarnya saja.

Penulis :Nursolehah Lbs

Mahasiswi STIS HK kuningan Jawa Barat

Prodi: Muamalah VII


Posting Komentar untuk "Sejarah Perayaan Tahun Baru dan Hukumnya Menurut Pandangan Islam"