Loading...

Kenapa Bubur Ayam di Kuningan Berkuah? Ini Sejarahnya

KUNINGAN (OKE)- Bagi warga Priangan yang berkunjung ke Kabupaten Kuningan ketika pagi-pagi sarapan bubur ayam pastinya yang dijumpai adalah bubur kuah atau sop. Padahal umumnya bubur itu tidak berkuah kecuali bubur kacang ijo.

Kehadiran bubur sop justru kini menjadi menu wajib ketika singgah di kota kuda. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah bubur sop itu hadir dan menjadi santapan wajib di pagi hari atau sore dan malam.

kuninganoke.com sendiri mencoba menguak sejarah itu dengan bertanya kepada penggiat sejarah Kuningan. Salah satunya adalah N'ding Masku. 

Pria yang kini banyak menghabiskan waktu sebagai PNS di salah satu SKPD di Lingkup Pemkab Kuningan itu bercerita.

Hadirnya bubur sop tidak lepas  dari kebiasaan makan urang Kuningan tempo dulu. Mereka selalu menyatukan nasi , lauk dan sayuran dalam satu wadah yakni piring. 

"Kebiasaan itu menjadi budaya, sehingga apapun makanannya pasti disatukan atau dicampur aduk. Bagi warga yang terpenting kuat bumbunya," ujar N'ding kepada kuninganoke.com dalam satu kesempatan. 

Pria banyak menghabiskan waktu untuk ngaprak Kuningan mengatakan, bubur nasi sebenarnya terbilang masih baru sekitar tahun 70-an ketika saat itu ekonomi masih belum meningkat seperti sekarang ini.

Dikatakan, sebelumnya dari tahun 1890-an di Kuningan warga lebih mengenal bubur hanjeli. Waktu itu masyarakat mengkonsumsinya karena beras diangkut oleh Belanda. 

Mengenai bubur hanjeli diganti oleh beras alasan utamanya menghilangkan kesan sengsara di jajah Belanda. Pada saat itu petani mulai menanam padi sehingga beras berlimpah.

"Pada saat zaman Belanda sebenarnya ada juga bubur air tazen untuk mengganti susu. Air ini bukan hanya untuk anak balita atau kecil  tapi juga untuk orang tua yang dicampur gula aren," tutupnya.(rdk)


Posting Komentar untuk "Kenapa Bubur Ayam di Kuningan Berkuah? Ini Sejarahnya "