Loading...

Pj Bupati Kaget, Tau Angklung di Saung Udjo, Padahal Aslinya Dari Kuningan

 

KUNINGAN (OKE)- Tak banyak yang tahu, bahwa Kuningan dan musik kesenian Angklung memiliki ikatan sejarah panjang dan istimewa.

Seperti Kita ketahui, bahwa angklung adalah Alat musik tradisional asli Jawa Barat yang terbuat dari tabung-tabung bambu. Sedangkan suara atau nada alat ini dihasilkan dari efek benturan tabung-tabung bambu tersebut dengan cara digoyangkan.

Sebelum dikenal saat ini, Angklung memiliki jenis nada Pentatonis. Pentatonis hanya memiliki 5 nada primer. Alat musik yang biasa dimainkan dengan nada Pentatonis ini seperti Calung, Gamelan, gambang kromo, tifa, indiokardo empat dawai dan masih banyak lainnya.



Penggunaan tangga nada Pentatonis biasanya sering kita jumpai pada lagu-lagu rakyat (folklore). Untuk jenisnya sendiri nada Pentatonik terbagi menjadi dua yaitu, Pentatonis Pelog dan Slendro.

Artinya, dulu angklung tidak bisa dimainkan bersamaan dengan musik kontemporer seperti musik Pop, Jazz ataupun rock seperti saat ini. Angklung hanya bisa mengikuti jenis nada pentatonik seperti gamelan, gambang kromo dan lain sebagainya.

Namun pada tahun 1938, Daeng Soetigna, seorang guru SMP 1 Kuningan, berguru kepada kuwu Citangtu bernama lengkap Muhammad Sotari atau yang biasa dikenal dengan nama Pak Kucit, menciptakan angklung dengan tangga nada diatonis. Daeng Sutigna, belajar membuat angklung, mulai dari memilih bambu yang tepat, sampai menyesuaikan nadanya hingga pas, kepada pak Kucit, pada masa itu.

Angklung inovasi tersebut berbeda dengan angklung pada umumnya yang berdasarkan tangga nada tradisional pelog atau salendro.

Tangga nada diatonis adalah tangga nada yang mempunyai dua jarak tangga nada, yakni satu dan setengah. Jenis tangga nada Diatonis ini sering ditemukan pada musik-musik mode atau kontemporer.

Karya angklung diatonis inilah yang berhasil mendobrak tradisi, membuat alat musik tradisional Indonesia mampu memainkan musik-musik Internasional. Sepeti dalam catatan sejarah, bahwa angklung diatonis inilah yang menjadi musik pengantar makan malam pada saat Indonesia dan Belanda melakukan perjanjian Linggarjati pada masa kemerdekaan dahulu.

Namun Karena pekerjaannya, Pak Daeng Soetigna kemudian harus pindah ke Bandung dan mengembangkan angklung diatonis di sana. Sementara “akar sejarah” pembuatan angklung diatonis menjadi terabaikan sejak meninggalnya Pak Kucit. Tak ada penerusnya.

Lawatan Pj Bupati dan Sekda Kuningan ke Kediaman Alm. Pak Kucit

Melihat kenyataan bahwa terdapat sejarah penting kelahiran Angklung Diatonis yang ternyata berasal dari Kuningan mendapat perhatian dari Pj Bupati Kuningan.

Selasa sore (14/05/2024) Pj Bupati Kuningan, Iip Hidajat didampingi Sekretaris Daerah, Dian Rachmat Yanuar dan Kadisdikbud, U, Kusmana melakukan kunjungan serta bersilaturahmi ke kediaman keluarga alm. Pak Ucit yang berada di Kelurahan Citangtu.

Kunjungan ini merupakan langkah dalam hal menggali keistimewaan sejarah dan budaya Kabupaten Kuningan terhadap musik angklung serta upaya lebih luas dalam pengembangannya.

Yeni (53) seorang perempuan paruh baya yang mendiami rumah Pak Kucit hingga saat ini, merupakan keluarga Pak kucit yang tersisa. Yeni merupakan anak angkat Pak Kucit, mengingat Pak Kucit tidak memiliki keturunan.

Yeni mengaku masih mengingat betul kala ayah angkatnya (Pak Kucit) membuat Angklung diatonis bersama Daeng Sutigna.

“Saya mengingat peristiwa dulu bagaimana cara membuat bambu dari bapak. Dulu suka nyari bambu di kebun di Citangtu juga, tapi kalau kehabisan suka nyari ke Daerah Cigedang, Luragung”

Kendatipun memiliki catatan sejarah penting, namun tidak ada satupun angklung tersisa di kediaman Pak Kucit.

“Dulu sering buat angklungnya di halaman dalam rumah. Tapi seiring waktu, namanya bambu jadi rapuh, dimakan rayap. Terus tidak ada yang meneruskan” Ujar Yeni.

Kendatipun begitu, Sekda Dian berujar bahwa Peninggalan mahakarya Pak Kucit bersama Daeng Sutigna telah membawa angklung menjadi lebih modern dan dapat dipergunakan saat ini untuk mengiringi musik kontemporer.

“Saat itu saya masih menjabat Kadisdikbud, beberapa tahun silam saya menggagas untuk mendeklarasikan Kuningan sebagai Kabupaten Angklung. Bukan tanpa alasan, Angklung mengajarkan kita berharmonisasi dengan alam sekaligus menjadi upaya kita untuk lebih mengenalkan Kabupaten Kuningan sebagai akar sejarah, sebagai rumah cikal bakal angklung diatonis. Alhamdulilah pak Pj sekarang konsen terkait kebudayaan angklung sehingga sejarahnya kembali jadi perhatian penting”

Sementara itu, Pj Bupati Iip Hidajat mengaku kaget ketika mengetahui bahwa angklung diatonis itu berasal dari Kuningan.

“Saya asli Bandung, tahu angklung ya dari saung Ujo. Ketika menjadi Pj Bupati dan diberi tahu bahwa ada sejarah penting tentang angklung yang ternyata berasal dari Kuningan, saya tertarik. Insya allah kita akan buat mekanisme agar catatan sejarah ini dapat diketahui banyak orang”

Untuk itu Iip berharap, dalam perjalanannya kuningan dikenal masyarakat luas memiliki peran historis pada perjalanan adanya musik angklung.

“Nanti Siapapun ketika orang bicara angklung, kita harap mereka teringat Kuningan. Saya ingin selain sebagai Kabupaten Konservatif Kuningan juga dikenal sebagai Kabupaten berbudaya karena mengingat sejarah terkait lahirnya Angklung Diatonis ini. kita akan fokus mengembangkan kebudayaan, salah satunya adalah angklung” Ujar Iip.

Pada silaturahmi tersebut, Iip Hidajat dan Dian Yanuar berkesempatan mencicipi emping dan gadung yang merupakan penganan khas Citangtu.(rdk)

Posting Komentar untuk "Pj Bupati Kaget, Tau Angklung di Saung Udjo, Padahal Aslinya Dari Kuningan "